• This is slide 1 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 2 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 3 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 4 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 5 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.

Jumat, 06 April 2018

Lirik lagu Maher Zain Ya Nabi Salam Alaika




Anta noorol lahy fajran
Jeita baadal osry yosran
Rabbona aalaka kadran
Ya imam al anbeya’ee

You are the light of Allah at dawn
You came after the hardship as convenience
Our Allah raised up your position
Oh Imam (Leader) of the Prophets

Anta fel wejdany hayyon
Anta lel aynayny dayyon
Anta endal hawdy reyyon
Anta haden wa safeyyon
Ya habeeby ya muhammad

You are alive in sentiment
You are the light of eyes
You are the irrigation at the Hawd (basin)
You are the absolutely pure guide
My beloved Muhammad

Ya nabi salam alaika
Ya rassool salam alayka
Ya habeeb salam alayka
Salawatol lah alayka

Oh Prophet, peace be upon you
Oh Messenger, peace be
Oh beloved, peace be
The prayers of Allah be

Yartawee bel hobby kalby
Hobby khayry rosly rabby
Man behee absarto darby
Ya shafee’ee ya rassool allah

My heart irrigates with love
Whom by him I have seen my path
The love of the best of Messengers of my God
My intercessor, Oh Messenger of Allah

Ayyohal mokhtaro feena
Zadanal hobbo haneena
Jeitana bel khayry deena
Ya khetamal morsaleena
Ya habeeby ya muhammadj

Oh, the chosen out from us
Love boosted up the nostalgia
You came for us with religious peace
Oh, final Messenger
My beloved Muhammad

Ya nabi salam alayka
Ya rassool salam alayka
Ya habeeb salam alayka
Salawatol lah alayka

Oh Prophet, peace be upon you
Oh Messenger, peace be
Oh beloved, peace be
The prayers of Allah be

Kunci Keselamatan Akhir Zaman

     Nabi Saw menggambarkan bahwa fitnah akhir zaman bagaikan potongan malam yang gelap. Dari Abu Hurairah rodhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa’ala alihi wasallam pernah bersabda,“Bersegeralah kalian dalam mengerjakan amal-amal sholih sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti penggalan-penggalan malam yang gelap. Sampai-sampai seseorang yang berada pada pagi hari dalam keadaan beriman menjadi kafir pada sore harinya, dan pada sore hari dia seorang Mukmin namun pada pagi harinya menjadi kafir. Orang itu telah menjual agamanya demi memperoleh kekayaan dunia.” (HR. Muslim no.118)

     Kondisi gelap adalah gambaran tentang sulitnya mengambil pilihan, sebab semua terlihat hitam dan pekat. Kawan dan lawan tidak terlihat, halal dan haram menjadi samar, apa yang disangka manfaat boleh jadi justru mendatangkan madharat.
  
     Karenanya, ada sejumlah amalan yang menjadi kunci keselamatan hidup seorang muslim di zaman fitnah. Inilah beberapa poin yang mudah-mudahan dapat memberikan jalan keluar bagi setiap muslim dalam menghadapi berbagai bentuk fitnah di akhir zaman:

1. Meneguhkan keimanan kepada hari akhir dan iman kepada takdir.
     Dengan bersabar, bersyukur, tidak berkeluh kesah saat merasakan beratnya ujian hidup duniawi. Kesulitan hidup apapun yang dirasakan oleh seorang mukmin yang taat, akan menjadi tambahan pahala, menaikkan derajat di sisi Allah dan mengurangi banyaknya dosa.

     Sebagaimana sabda “RasulullahShallallahu alaihi wa sallam, Umatku ini adalah umat yang mendapat limpahan rahmat Allah. Bagi umatku tiada siksaan (yang kekal di neraka) di akhirat. Siksaan bagi umatku adalah di dunia, melalui berbagai fitnah, gempa bumi dan pembunuhan. (HR. Abu Dawud no. 4278)
2. Menjauhi fitnah tatkala belum jelas pihak mana yang benar dan pihak mana yang salah.
Adapun saat terkena fitnah dan badai ujian, ia menerimanya dengan penuh kesadaran.

Dari Miqdad bin Aswad ia berkata: “Demi Allah, saya telah mendengar  RasulullahShallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, Sesungguhnya orang yang bahagia adalah orang yang dijauhkan dari berbagai fitnah. Sesungguhnya orang yang bahagia adalah orang yang dijauhkan dari berbagai fitnah. Sesungguhnya orang yang bahagia adalah orang yang dijauhkan dari berbagai fitnah. Dan juga bagi orang yang mampu bersabar saat mendapat ujian. Sungguh telah beruntunglah ia.” (HR. Abu Dawud no. 4263, hadits shahih)

3. Hidup berjamaah dengan kaum muslimin yang lain
     Selama masih mampu hidup secara berjamaah dengan kaum muslimin yang lain, saling memberi dan menerima manfaat sesama anggota masyarakat maka hidup berjamaah adalah pilihan yang harus dilakukan. Sekalipun dalam kehidupan bermasyarakat kadang seorang muslimin mendapat tantangan, gangguan dan “godaan-godaan” yang mengeruhkan imannya, namun bersabar dalam menghadapi semua tantangan tersebut adalah lebih baik dari hidup sendirian tanpa bisa saling memberi dan menerima manfaat dari sesama anggota masyarakat.

RasulullahShallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,

الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ، أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

     Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan mampu bersabar atas gangguan mereka adalah lebih besar pahalanya (dalam riwayat lain: lebih baik) daripada seorang mukmin yang tidak mau bergaul dengan masyarakat dan tidak mampu bersabar atas gangguan mereka.” (HR. Tirmidzi no 2507, Hadits shahih)

4. Mengucilkan diri dari fitnah
     Apabila ada perpecahan antara kaum muslimin yang menyebabkan terjadinya peperangan saudara, sementara kita tidak bisa memilah pihak mana yang berada di atas kebenaran dan pihak mana yang berada di atas kebatilan, maka hendaknya kita mengucilkan diri dari fitnah tersebut. Kita tidak selayaknya melibatkan diri dalam perselisihan tersebut.

     Dari Abu Bakrah ia berkata: Rasulullah bersabda, “Kelak sungguh akan terjadi sebuah fitnah, pada saat itu orang yang berbaring adalah lebih baik dari orang yang duduk, orang yang duduk adalah lebih baik dari orang yang berdiri, orang yang berdiri adalah lebih baik dari orang yang berjalan, dan orang yang berjalan adalah lebih baik dari orang yang berlari.

     Abu Bakrah bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang Anda perintahkan kepadaku (kalau aku mendapati masa tersebut)?”

     Beliau menjawab, “Barangsiapa mempunyai unta, hendaklah ia mengikuti (sibuk mengurusi) untanya. Barangsiapa mempunyai kambing, hendaklah ia mengikuti (sibuk mengurusi) kambingnya. Barangsiapa mempunyai tanah pertanian, hendaklah ia mengikuti (sibuk mengurusi) tanah pertaniannya.”

     Abu Bakrah bertanya, “Barangsiapa dengan orang yang tidak mempunyai satu pun dari hal itu?”

     Beliau menjawab, “Hendaklah ia mengambil pedangnya, memukulkan bagian yang tajam ke sebongkah batu keras, dan mencari selamat sebisa mungkin.” (HR. Muslim no. 2887, Abu Dawud no. 4256 dan Ahmad no. 20490)

5. Uzlah saat kondisi sudah betul-betul rusak parah
     Pilihan untuk uzlah (mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat dengan tujuan mencurahkan waktu untuk beribadah kepada Allah semata) hendaknya hanya dilakukan ketika masyarakat betul-betul sudah rusak parah, mengalami dekadensi moral yang sangat buruk dan tidak bisa diperbaiki sedikit pun.

     Saat orang-orang shalih yang diharapkan bisa berjuang bersama untuk memperbaiki keadaan masyarakat telah tiada dan yang tersisa di masyarakat hanyalah komunitas “sampah masyarakat”, maka pada saat itulah seorang muslim layak mengambil uzlah sebagai pilihan.

     Riwayat-riwayat yang mengajarkan konsep uzlah di saat ujian keimanan sangat berat bukan perintah untuk mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat, namun dengan tetap mengajak mereka untuk bergabung bersama melakukan “uzlah” dan membentuk sebuah basis masyarakat baru yang terbebas dari semua bentuk fitnah itu –meskipun tidak mampu bebas secara total.

     Ini juga berarti keharusan bagi setiap muslim untuk hidup berjama’ah meski di tengah suasana uzlah. Sebab, kehidupan berjamaah yang terdiri dari orang-orang yang memiliki tujuan yang sama akan memudahkan mereka untuk bersikap istiqamah. Kehidupan berjamaah akan menumbuhkan sikap saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Sementara sikap uzlah yang tidak proporsional akan cepat melahirkan sikap futur dan putus asa dalam memegang bara kebenaran.

6. Bergabung dengan kelompok kecil umat Islam yang masih istiqomah
     Ketika masyarakat telah mengalami kerusakan akidah, akhlak dan sosial yang parah, namun pada saat yang sama masih ada sejumlah kecil umat Islam yang teguh memegang, mengamalkan, mendakwahkan dan memperjuangkan kebenaran, maka pilihan uzlah adalah pilihan yang terakhir. Sikap yang lebih tepat adalah bergabung dengan kelompok tersebut untuk tolong-menolong dalam melaksanakan kebajikan dan ketakwaan, dan memerangi kejahatan dan permusuhan.

Selasa, 03 April 2018

Syarat,Rukun Shalat


Syarat-Syarat Shalat
Shalat tidak akan sah kecuali jika memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun dan hal-hal yang wajib ada padanya serta menghindari hal-hal yang akan membatalkannya.

Adapun syarat-syaratnya ada sembilan:
1. Islam, 2. Berakal, 3. Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk), 4. Menghilangkan hadats, 5. Menghilangkan najis, 6. Menutup aurat, 7. Masuknya waktu, 8. Menghadap kiblat, 9. Niat.

Secara bahasa, syuruuth (syarat-syarat) adalah bentuk jamak dari kata syarth yang berarti alamat.

Sedangkan menurut istilah adalah apa-apa yang ketiadaannya menyebabkan ketidakadaan (tidak sah), tetapi adanya tidak mengharuskan (sesuatu itu) ada (sah). Contohnya, jika tidak ada thaharah (kesucian) maka shalat tidak ada (yakni tidak sah), tetapi adanya thaharah tidak berarti adanya shalat (belum memastikan sahnya shalat, karena masih harus memenuhi syarat-syarat yang lainnya, rukun-rukunnya, hal-hal yang wajibnya dan menghindari hal-hal yang membatalkannya, pent.). Adapun yang dimaksud dengan syarat-syarat shalat di sini ialah syarat- syarat sahnya shalat tersebut.




Penjelasan Sembilan Syarat Sahnya Shalat


1. Islam

Lawannya adalah kafir. Orang kafir amalannya tertolak walaupun dia banyak mengamalkan apa saja, dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik untuk memakmurkan masjid-masjid Allah padahal mereka menyaksikan atas diri mereka kekafiran. Mereka itu, amal-amalnya telah runtuh dan di dalam nerakalah mereka akan kekal.” (At- Taubah:17)

Dan firman Allah ‘azza wa jalla, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Al-Furqan:23)

Shalat tidak akan diterima selain dari seorang muslim, dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Aali ‘Imraan:85)

2. Berakal

Lawannya adalah gila. Orang gila terangkat darinya pena (tidak dihisab amalannya) hingga dia sadar, dalilnya sabda Rasulullah,


رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَالْمَجْنُوْنِ حَتَّى يُفِيْقَ، وَالصَّغِيْرِ حَتَّى يَبْلُغَ. (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُوْدَ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَه)

“Diangkat pena dari tiga orang: 1. Orang tidur hingga dia bangun, 2. Orang gila hingga dia sadar, 3. Anak-anak sampai ia baligh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa-i, dan Ibnu Majah).

3. Tamyiz

Yaitu anak-anak yang sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, dimulai dari umur sekitar tujuh tahun. Jika sudah berumur tujuh tahun maka mereka diperintahkan untuk melaksanakan shalat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


مُرُوْا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعٍ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ. (رَوَاهُ الْحَاكِمُ وَاْلإِمَامُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُوْدَ)

“Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur sepuluh tahun (jika mereka enggan untuk shalat) dan pisahkanlah mereka di tempat- tempat tidur mereka masing-masing.” (HR. Al-Hakim, Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud)

4. Menghilangkan Hadats (Thaharah)

Hadats ada dua: hadats akbar (hadats besar) seperti janabat dan haidh, dihilangkan dengan mandi (yakni mandi janabah), dan hadats ashghar (hadats kecil) dihilangkan dengan wudhu`, sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci.” (HR. Muslim dan selainnya)

Dan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah tidak akan menerima shalat orang yang berhadats hingga dia berwudlu`.” (Muttafaqun ‘alaih)

5. Menghilangkan Najis

Menghilangkan najis dari tiga hal: badan, pakaian dan tanah (lantai tempat shalat), dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Dan pakaianmu, maka sucikanlah.” (Al-Muddatstsir:4)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَنَزَّهُوْا مِنَ الْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ.

“Bersucilah dari kencing, sebab kebanyakan adzab kubur disebabkan olehnya.”

6. Menutup Aurat

Menutupnya dengan apa yang tidak menampakkan kulit (dan bentuk tubuh), berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah tidak akan menerima shalat wanita yang telah haidh (yakni yang telah baligh) kecuali dengan khimar (pakaian yang menutup seluruh tubuh, seperti mukenah).” (HR. Abu Dawud)

Para ulama sepakat atas batalnya orang yang shalat dalam keadaan terbuka auratnya padahal dia mampu mendapatkan penutup aurat. Batas aurat laki-laki dan budak wanita ialah dari pusar hingga ke lutut, sedangkan wanita merdeka maka seluruh tubuhnya aurat selain wajahnya selama tidak ada ajnaby (orang yang bukan mahramnya) yang melihatnya, namun jika ada ajnaby maka sudah tentu wajib atasnya menutup wajah juga.

Di antara yang menunjukkan tentang mentutup aurat ialah hadits Salamah bin Al-Akwa` radhiyallahu ‘anhu, “Kancinglah ia (baju) walau dengan duri.”

Dan firman Allah ‘azza wa jalla, “Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raaf:31) Yakni tatkala shalat.

7. Masuk Waktu

Dalil dari As-Sunnah ialah hadits Jibril ‘alaihis salam bahwa dia mengimami Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di awal waktu dan di akhir waktu (esok harinya), lalu dia berkata: “Wahai Muhammad, shalat itu antara dua waktu ini.”

Dan firman Allah ‘azza wa jalla, “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa`:103)

Artinya diwajibkan dalam waktu-waktu yang telah tertentu. Dalil tentang waktu-waktu itu adalah firman Allah ‘azza wa jalla, “Dirikanlah shalat dari sesudah tergelincirnya matahari sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (Al-Israa`:78)

8. Menghadap Kiblat

Dalilnya firman Allah, “Sungguh Kami melihat wajahmu sering menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil-Haram, dan di mana saja kalian berada maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya.” (Al-Baqarah:144)

9. Niat

Tempat niat ialah di dalam hati, sedangkan melafazhkannya adalah bid’ah (karena tidak ada dalilnya). Dalil wajibnya niat adalah hadits yang masyhur, “Sesungguhnya amal-amal itu didasari oleh niat dan sesungguhnya setiap orang akan diberi (balasan) sesuai niatnya.” (Muttafaqun ‘alaih dari ‘Umar Ibnul Khaththab)




Rukun-Rukun Shalat

Rukun-rukun shalat ada empat belas: 
1. Berdiri bagi yang mampu, 2. Takbiiratul-Ihraam, 3. Membaca Al-Fatihah, 4. Ruku’, 5. I’tidal setelah ruku’, 6. Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh, 7. Bangkit darinya, 8. Duduk di antara dua sujud, 9. Thuma’ninah (Tenang) dalam semua amalan, 10. Tertib rukun-rukunnya, 11. Tasyahhud Akhir, 12. Duduk untuk Tahiyyat Akhir, 13. Shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 14. Salam dua kali.




Penjelasan Empat Belas Rukun Shalat

1. Berdiri tegak pada shalat fardhu bagi yang mampu

Dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha (shalat ‘Ashar), serta berdirilah untuk Allah ‘azza wa jalla dengan khusyu’.” (Al-Baqarah:238)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah dengan berdiri…” (HR. Al-Bukhary)

2. Takbiiratul-ihraam, yaitu ucapan: ‘Allahu Akbar’, tidak boleh dengan ucapan lain

Dalilnya hadits, “Pembukaan (dimulainya) shalat dengan takbir dan penutupnya dengan salam.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)

Juga hadits tentang orang yang salah shalatnya, “Jika kamu telah berdiri untuk shalat maka bertakbirlah.” (Idem)

3. Membaca Al-Fatihah

Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka’at, sebagaimana dalam hadits,

                                                         لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.

“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.” (Muttafaqun ‘alaih)

4. Ruku’

5. I’tidal (Berdiri tegak) setelah ruku’

6. Sujud dengan tujuh anggota tubuh

7. Bangkit darinya

8. Duduk di antara dua sujud

Dalil dari rukun-rukun ini adalah firman Allah ‘azza wa jalla, “Wahai orang-orang yang beriman ruku’lah dan sujudlah.” (Al-Hajj:77)

Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Saya telah diperintahkan untuk sujud dengan tujuh sendi.” (Muttafaqun ‘alaih)

9. Thuma’ninah dalam semua amalan

10. Tertib antara tiap rukun

Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii` (orang yang salah shalatnya),

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk mesjid, lalu seseorang masuk dan melakukan shalat lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: ‘Kembali! Ulangi shalatmu! Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, … Orang itu melakukan lagi seperti shalatnya yang tadi, lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: ‘Kembali! Ulangi shalatmu!t Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, … sampai ia melakukannya tiga kali, lalu ia berkata: ‘Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran sebagai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya tidak sanggup melakukan yang lebih baik dari ini maka ajarilah saya!’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: ‘Jika kamu berdiri hendak melakukan shalat, takbirlah, baca apa yang mudah (yang kamu hafal) dari Al-Qur`an, kemudian ruku’lah hingga kamu tenang dalam ruku’, lalu bangkit hingga kamu tegak berdiri, sujudlah hingga kamu tenang dalam sujud, bangkitlah hingga kamu tenang dalam duduk, lalu lakukanlah hal itu pada semua shalatmu.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al- Hakim)

11. Tasyahhud Akhir

Tasyahhud akhir termasuk rukun shalat sesuai hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Tadinya, sebelum diwajibkan tasyahhud atas kami, kami mengucapkan: ‘Assalaamu ‘alallaahi min ‘ibaadih, assalaamu ‘alaa Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah ‘azza wa jalla dari para hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril ‘alaihis salam dan Mikail ‘alaihis salam)’, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jangan kalian mengatakan, ‘Assalaamu ‘alallaahi min ‘ibaadih (Keselamatan atas Allah ‘azza wa jalla dari para hamba-Nya)’, sebab sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla Dialah As-Salam (Dzat Yang Memberi Keselamatan) akan tetapi katakanlah, ‘Segala penghormatan bagi Allah, shalawat, dan kebaikan’, …” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hadits keseluruhannya. Lafazh tasyahhud bisa dilihat dalam kitab-kitab yang membahas tentang shalat seperti kitab Shifatu Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy dan kitab yang lainnya.

12. Duduk Tasyahhud Akhir

Sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika seseorang dari kalian duduk dalam shalat maka hendaklah ia mengucapkan At-Tahiyyat.” (Muttafaqun ‘alaih)

13. Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika seseorang dari kalian shalat… (hingga ucapannya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam) lalu hendaklah ia bershalawat atas Nabi.”

Pada lafazh yang lain, “Hendaklah ia bershalawat atas Nabi lalu berdoa.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

14. Dua Kali Salam

Sesuai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “… dan penutupnya (shalat) ialah salam.”

Doa Tidak Dikabulkan?

     Dikesempatan kali ini tidaklah ada sesuatu yang lebih mulia untuk kita haturkan melainkan puji-pujian kehadirat Allah Yang Maha Besar atas segala apa yang telah Ia limpahkan kepada kita semua, baik berupa nikmat kesempatan, kesehatan jasmani dan rohani serta berbagai kenikmatan yang tidak bisa kita hitung bilangannya. Begitu juga satu hal yang tidak bisa kita lupakan, yaitu ucapan sholawat dan salam atas junjungan kita, teladan kita, Nabi Besar Muhammad Shallahu ‘alaihi wa salam, penutup dari para nabi dan rasul, yang telah membawa agama yang hanif ini kehadiran kita semua, sehingga kita dapat merasakan kenikmatan iman dan manisnya islam. Semoga sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada beliau, keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang selalu meniti jalannya hingga hari penghisapan kelak.

     Saudaraku seislam, doa adalah ibadah yang unik. Ibadah yang dengannya seorang hamba dapat berhubungan dengan Sang Pencipta. Ibadah yang dengannya berbagai masalah teratasi. Berbagai penyakit dapat disembuhkan. Akan tetapi adakah yang menyadari bahwa ibadah yang semua dari kita dapat melakukannya, akan tetapi tidak semua dari kita akan menuai hasilnya secara langsung. Ada yang berdoa, akan tetapi belum juga ada hasil dari doa itu. “Mengapa doaku belum juga dikabulkan?” Mungkin pertanyaan seperti ini pernah bahkan sering terlintas dibenak kita. Sebuah pertanyaan yang terlintas ketika doa yang kita panjatkan belum juga terkabulkan. Atau kerap juga kita dengar dari lisan saudara kita akan keluhan ini. Oleh karena itu kita sebagai hamba yang butuh akan pertolangan Allah Ta’ala, sudah seharusnyalah mengetahui apa penyebab dari semua itu. Apakah penyebab ditangguhkannya doa yang dipanjatkan?! Pada pembahasan yang lalu, telah kita ketahui bersama akan keutamaan dan syarat- syarat terkabulkannya doa. Pada kesempatan kali ini kita akan kembali membahas apa yang menjadikan doa itu terhalang untuk dikabulkan?

      Saudaraku seislam, banyak sebab yang menjadikan doa terhalang untuk dikabulkan, akan tetapi pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan membahas beberapa hal saja yang menyebabkan doa tersebut terhalang untuk dikabulkan. Diantaranya adalah :

1. Mengkonsumsi hal-hal yang haram, baik dari berpakain, makanan maupun minuman.
Dikesempatan yang lalu telah kita sebutkan sebuah cerita yang dikisahkan Nabi kita Muhammad Shallahu ‘alaihi wa salam tentang seorang pemuda yang terkumpul didalamnya faktor-faktor terkabulkannya doa. Akan tetapi karena apa yang ia konsumsi berasal dari hal haram, maka doa yang dipanjatkan tidak dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa salam bersabda yang di riwayatkan dari jalan Abu Hurairah :

“Ada seseorang yang bepergian jauh, kusut rambutnya dan berdebu tubuhnya, ia pun mengangkat tangannya ke langit seraya berkata,”Ya Rabb!,Ya Rabb!” Sedangkan makanannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dari sesuatu yang haram, bagaimana Allah Ta’ala mengabulkan doa orang tersebut ?!!.”

2. Tergesa-gesa dalam berdoa.

Sebuah ketergesaan dari seorang hamba yang akhirnya menyebabkannya meninggalkan ibadah yang mulia ini. Dalam hal ini آabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa salam telah memperingatkan ummatnya untuk tidak tergesa-gesa dalam berdoa. Beliaubersabda :

يستجاب لأحدكم ما لم يعجل فيقول قد دعوت فلا أو فلم يستجب لي

“Akan dikabulkan (doa) salah seorang dari kalian selama ia tidak tergesa-gesa dan mengatakan,”Aku telah berdoa, namun Allah juga tidak mengabulkan doaku.” HR. Bukhori Muslim.

Sebuah peringatan yang sangat jelas dari Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa salamkepada kita ummatnya akan kejelekan dari sebuah ketergesaan. Semoga dengan mengetahui hadist diatas menjadikan kita meninggalkan ketergesa-gesaan dalam berdoa.

3. Berbuat maksiat dan dosa, serta melanggar apa yang telah diharamkan dan meninggalkan apa yang telah diwajibkan.

Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

“Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian harus memerintahkan kepadakebaikan dan mencegah dari kemungkaran atau Allah akan menimpakan kepadakalian hukuman yang apabila kalian semua berdoa agar dihindarkan dari hukuman itu,maka tidak akan dikabulkan oleh-Nya” HR. Tirmidzi.

Saudaraku yang dimuliakan Allah, maksiat adalah kegelapan yang akan menutup hati kita. Kegelapan yang apabila dibiarkan terus menerus akan menyebabkan hati ini akan dikuasai oleh setan sehingga akan terhalang dari hidayah. Dalam hal ini Syaikhul islam Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan : “Jika dosa semakin bertambah, maka itu akan menutupi hati pemiliknya.”

Imam Mujahid rahimahullah juga mengatakan, “Hati itu seperti telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa lagi, maka semua jemarinya perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi,maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi oleh jari-jemari.”

Oleh karena itu, bagaimana sebuah doa yang kita panjatkan akan dikabulkan oleh Allah Ta’ala, sedangkan larangan-Nya selalu kita langgar dan perintah-Nya kita tinggalkan?! Hari-hari yang dilewati kita hiasi dengan maksiat tanpa memikirkan apa dampaknya bagi diri kita. Marilah bersama kita tingkatkan iman dengan memperbanyak istighfar dari dosa-dosa yang kita perbuat. Yang semoga dengannya, doa yang kita panjatkan akan di kabulkan oleh Allah Ta’ala. Amin.

4. Tidak bersungguh-sungguh dalam berdoa.

Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

“Janganlah sekali-kali kalian berkata (ketika berdoa),”Ya Allah, apabila Engkau berkenan maka ampunilah aku, apabila Engkau berkenan kasihilah aku, apabila Engkau berkenan berilah kepadaku rezeki. Akan tetapi bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena Allah Ta’ala berbuat menurut apa yang Ia kehendaki dan tidak ada yang memaksaNya.” HR. Bukhori

Saudaraku, ingatlah, bahwasannya sejauh mana engkau berusaha maka sejauh itulah yang akan kau dapatkan. Terus dan teruslah didalam kesungguhan, maka engkau akan menuai hasilnya nanti. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah sebuah keyakinanbahwa doa yang kita panjatkan akan dikabulkan oleh Allah Ta’ala . Nabi MuhammadShallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

“Berdoalah kalian dengan keyakinan penuh akan terkabulnya doa itu, karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa yang berasal dari hati yang lalai dan lengah. HR. Tirmidzi.

Dan akhirnya hanya kepada-Nyalah kita memohon pertolongan.

Keutamaan 10 hari pertama dibulan Dzulhijjah


1. Allah Ta’ala menjadikannya sebagai hari-hari yang maklum (telah ditentukan)
Allah Ta’ala berfirman :
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan ibadah haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki maupun dengan mengendarai unta yang datang dari segenap penjuru yang jauh, agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka berdzikir menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.” (QS. Al-Hajj: 27-28)
Ibnu Abbas mengatakan, ‘hari-hari yang maklum itu ialah sepuluh hari (pertama) bulan Dzulhijjah.“ Demikian pula Al-Bukhari membawakan riwayat Ibnu Abbas ini dalam kitab shahihnya.

2. Allah Ta’ala bersumpah dengan malam-malam sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah

Yang demikian ini menunjukan bahwa hari-hari tersebut memiliki keistimewaan di sisi Allah. Allah Ta’ala berfirman artinya, ”demi fajar dan demi sepuluh malam .“ (QS. Al-Fajr: 1-2)
Ath-Thabari berkata, “dan yang benar tentang tafsir ayat ini adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sebagaimana kesepakatan dasar penetapan tafsir tersebut dari para ahli tafsir .”

3. Amal shalih yang dilakukan disepanjang sepuluh hari bulan Dzulhijjah lebih dicintai oleh Allah Ta’ala daripada waktu-waktu selainnya
Rasulullah mengabarkan hal ini dalam sabda beliau, “tidak ada hari-hari yang pada waktu itu amal shalih lebih dicintai oleh Allah Ta’ala melebihi sepuluh hari pertama (di bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tidak pula jihad di jalan Allah (melebihi keutamaanya)’, beliau melanjutkan, ‘tidak pula jihad di jalan Allah (melebihi keutamaanya), kecuali seorang yang keluar (berjihad di jalan Allah) dengan jiwa raga dan hartanya kemudian ia tidak kembali dengan semua itu sedikitpun.” (HR. Bukhari no. 969 dan Abu Dawud no. 2438 keduanya dari Ibnu Abbas)

4. Sepuluh hari pertama Dzulhijjah merupakan sebaik-baiknya hari di dunia ini

Rasulullah bersabda, “Sebaik baik hari di dunia ialah hari hari sepuluh (yakni sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah) Ditanyakan kepada Rasulullah, ‘tidak pula sama baiknya dengan jihad di jalan Allah?’ Beliau menjawab, ‘tidak pula sama dengan jihad di jalan Allah, melainkan seseorang yang wajahnya penuh dengan debu tanah.” (HR. Al-Bazzar, Abu Ya’la dan Ibnu Hibban)

5. Pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah terdapat hari Arafah yang agung

Tentang keagungan hari Arafah, Rasulullah bersabda, “tiada hari yang padanya Allah Ta’ala lebih banyak membebaskan para hamba dari api neraka melebihi hari Arafah. Sesungguhnya Allah Ta’ala mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malikat seraya berfirman, “apakah yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim no. 3275)

6. Pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah juga terdapat hari nahr yakni hari penyembelihan kurban
Tentang keagungan hari nahr ini, Rasulullah mengungkapkan, “sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Ta’ala ialah hari nahr (hari kurban) kemudian hari al-Qirr.” Hari Al-Qirr artinya hari menetap yakni pada tanggal 11 Dzulhijjah pada saat jam’aah haji menetap di Mina.

7. Pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah terkumpul pilar ibadah yang utama

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “nampakanya sebab yang menjadikan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah istimewa adalah karena padanya terkumpul pilar-pilar ibadah yang utama yaitu: shalat, puasa, sedekah dan haji, yang (semua) ini tidak terdapat pada hari-hari yang lain.”

8. Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah memiliki keistimewaan sebagaimana halnya sepuluh malam terakhir bulan Ramdhan
Bilamana seseorang bertanya, “manakah yang lebih afdhal(utama); sepuluh hari terkahir di bulan Ramadhan ataukah sepuluh sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah?” Maka sesungguhnya Imam Ibnul Qoyyim pernah menjelaskan, ‘maka yang benar ialah, bahwa malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan lebih afdhal dan utama dari malam-malam sepuluh hari Dzulhijjah dan hari-hari sepuluh awal bulan Dzulhijjah lebih afdhal lagi utama daripada hari-hari sepuluh terkhir bulan Ramadhan …..yang menguatkan hal ini ialah, bahwa malam-malam sepuluh hari terkhir bulan Ramadhan menjadi lebih istimewa dengan keberadaan malam lailatul qadar, sementara hari-hari sepuluh awal bulan Dzulhijjah menjadi lebih istimewa dengan keberadaan hari-hari mulia seperti hari nahr (kurban), hari Arafah dan hari tarwiyah.” Wallahu A’lam

Keutamaan Adzan dan Muadzin


     Di antara syiar-syiar Islam adalah kumandang adzan untuk sholat 5 waktu. Adzan memiliki keutamaan melimpah yang disebutkan dalam hadits-hadits Nabi, di antaranya;

1. Muadzin memiliki leher yang panjang di antara manusia pada hari Kiamat

     Disebutkan dalam hadits Muawiyah bin Abi Sufyan -Radhiyallahu anhu- berkata; “Aku mendengar Rasulullah – Shalallahu ‘alaihi wasalam- Bersabda,

الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

     “Seorang muazin memiliki leher yang panjang di antara manusia pada hari Kiamat.” (HR. Muslim)

2. Adzan akan mengusir Setan

     Dalam hadits Abu Hurairah -Radhiyallahu anhu- bahwasannya Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi Wasalam- Bersabda,

إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لاَ يَدْرِي كَمْ صَلَّى

     “Jika dikumandangkan adzan untuk shalat, maka setan lari dan ia memiliki suara kentut sampai ia tidak mendengar adzan. Jika selesai adzan, maka ia datang kembali, sampai jika diiqamahkan untuk shalat, maka ia akan lari lagi hingga ketika iqamah selesai, maka ia datang kembali sehingga membisikkan antara seseorang dengan hatinya; setan berkata,”Ingatlah ini dan itu,” untuk sesuatu yang belum pernah ia ingat sebelumnya, sehingga seseorang itu berada dalam keadaan tidak tahu jumlah rakaat shalatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

3. Jikalau Manusia Mengetahui apa yang ada di dalam Adzan, niscaya mereka akan saling berundi

     Dari hadits Abu Hurairah -Radhiyallahu anhu- bahwasannya Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi Wasalam- Bersabda,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى التَّهْجِيرِ لاَسْتَبَقُوا إِلَيْهِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

     “Jikalau manusia mengetahui apa yang ada di dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan hal itu kecuali dengan berundi atasnya, maka niscaya mereka akan berundi, jikalau mereka mengetahui apa yang ada di dalam bersegera pergi ke masjid, maka niscaya mereka akan berlomba-lomba kepadanya, jikalau mereka mengetahui apa yang ada di dalam shalat isya’

dan shalat shubuh maka niscaya mereka akan mendatangi keduanya walau dalam keadaan merangkak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

4. Tidaklah suara Muadzin didengar oleh segala sesuatu melainkan itu semua akan menjadi saksi


     Abu Said al Khudri -Radhiyallahu anhu- berkata kepada Abdullah bin Abdirrahman bin Abi Sho’sho’ah al-Anshari:

إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ باَدِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلاَةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ, فَإِنَّهُ لاَ يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلاَ إِنْسٌ وَلاَ شَيْءٌ إِلاَّ شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. قَالَ أَبُوْ سَعِيْدٍ: سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

     “Sesungguhnya saya melihat kamu menyukai kambing dan daerah pedalaman, maka jika kamu berada di antara kambing-kambingmu atau di pedalaman lalu engkau mengumandangkan adzan, maka keraskan suaramu dengan adzan tersebut, karena sesungguhnya tidaklah mendengar suara muadzin baik itu jin, tidak pula manusia dan tidak pula sesuatu apapun kecuali akan bersaksi untuknya pada hari Kiamat. Abu Sa’id berkata: Saya mendengar hal ini dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam”.(HR. Al-Bukhari)

5.Muadzin akan diampuni dosanya sesuai suaranya dan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya

     Dari Al-Barra’ bin ‘Azib -Radhiallahu anhu- bahwasanya Nabi -shalallahu alaihi wa alihi wasallam- bersabda:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ وَالْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ بِمَدِّ صَوْتِهِ وَيُصَدِّقُهُ مَنْ سَمِعَهُ مِنْ رَطْبٍ وَيَابِسٍ وَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَهُ

     “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya akan bershalawat untuk orang-orang yang berada di shaf yang terdepan. Muadzin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya, dan dia akan dibenarkan oleh segala sesuatu yang mendengarkannya, baik benda basah maupun benda kering, dan dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya”. (HR. An-Nasai dan Ahmad dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib)

6. Nabi -Shalallahu a’laihi wasalam- mendoakan ampunan kepada para Muadzin

     Abu Hurairah -Radhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,

اَلِْإمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مَؤْتَمَنٌ اَللَّهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِيْنَ

     “Imam adalah penanggung jawab dan Muadzin adalah yang diberi amanah, Ya Allah berilah petunjuk kepada para imam dan ampunilah para muadzin.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa Tarhib)

7. Muadzin diampuni oleh Allah dan dimasukkan dalam Surga kelak

     Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِى غَنَمٍ فِى رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلاَةِ وَيُصَلِّى فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِى هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلاَةَ يَخَافُ مِنِّى فَقَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِى وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ

     “Rabb kalian begitu takjub terhadap si pengembala kambing di atas puncak gunung yang mengumandangkan adzan untuk shalat dan ia menegakkan shalat. Allah pun berfirman, “Perhatikanlah hamba-Ku ini, ia beradzan dan menegakkan shalat (karena) takut kepada-Ku. Oleh karenanya, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku ini dan aku masukkan ia ke dalam Surga.” (HR. Abu Daud dan An-Nasai dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa Tarhib))

Tahajjud indah

     “Salat malam merupakan bentuk ketaatan yang paling utama, ibadah yang menjadi penyebab paling pokok untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat,” kilah Yusuf Khoththor Muhammad dalam bukunya Mukjizat Salat Malam. Quran menjelaskan bahwa orang-orang yang selalu menjaga salat malam adalah mereka yang berhak memperoleh kemurahan Allah dan rahmat-Nya. Al Quran juga memberikan pujian kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai bagian dari para hamba Allah yang baik, seperti firman-Nya dalam surah Al Furqan 63-64.

     Kedekatan dengan Allah pada malam hari membuat para sahabat rindu akan datangnya malam, karena ibadah pada waktu itu terasa sangat nikmat. Sebagian dari kaum arif mengatakan, (walau dirasa berlebihan, karena nikmatnya surga tidak akan pernah terbayangkan). “Di dunia ini tidak ada sesuatu yang menyerupai kenikmatan surga kecuali yang didapatkan oleh ahli zikir di dalam hati mereka dimalam hari, yaitu manisnya bemunajat kepada Allah dalam salat tahajjud.”

     “Sungguh semua Rasul, anbia, aulia dan ulama pilihan adalah penggemar bahkan penikmat tahajjud. Inilah hidangan terlezat bagi hamba-hamba Allah“ (M.Arifin Ilham dalam artikel Tahajjud ). Nabi Isa AS berkata, “Dengan benar aku berkata kepada kalian, berbahagialah orang-orang yang menghabiskan malam harinya dalam beribadah. Merekalah yang mewarisi cahaya abadi karena terjaga di kegelapan malam di atas kaki-kaki mereka di tempat-tempat ibadah. Mereka merendahkan diri dihadapan Tuhan mereka seraya berharap agar Dia menyelamatkan mereka dari siksa hari akhir.”Tsaur bin Yazid juga berkata, “Saya membaca pada kitab dahulu, bahwa Isa AS berkata kepada manusia, ‘ Perbanyaklah berbicara pada Allah SWT dan kurangilah berbicara pada manusia!“ Orang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana kami berbicara pada Allah?“ Isa menjawab, “Bersunyi dirilah dalam munajat pada Allah dan bersunyi dirilah dalam berdoa pada Allah.“

     Rasulullah SAW teramat sangat menyenangi tahajjud. Beliau tetap melakukannya ,baik ketika mukim, sakit, safar maupun dalam peperangan. Satu saat disiang hari ketika Rasulullah SAW menyebut qiamul lail, kedua matanya meneteskan air mata, saking rindunya.Kemudian beliau membaca “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya.“ Dhiror bin Dhomroh Al Kannani berkomentar tentang Ali bin Abi Thalib, “Beliau tidak suka kepada dunia dengan segala kegemerlapannya. Beliau lebih suka kepada waktu malam dengan kegulitaannya.“

     Simak pula penuturan Imam Muhammad Baqir, “Hiburan orang mukmin berada dalam tiga hal. Bersenang-senang dengan isteri, bergurau dengan kawan dan mendirikan salat tahajjud.“ Malik bin Dinar, seorang guru Sufi terkenal mengatakan “Pada suatu malam aku tertidur nyenyak sehingga tidak dapat bangun untuk salat tahajjud. Lalu aku bermimpi bertemu dengan seorang gadis tercantik yang belum pernah kulihat dalam hidupku. Ia menebarkan bau harum yang belum pernah kucium sebelumnya. Ia mengulurkan secarik kertas kepadaku yang bertuliskan beberapa kalimat yang berbunyi ‘Kau begitu terlena dalam tidurmu sehingga tidak memperdulikan tingkat surga yang lebih tinggi yang harus kau diami tanpa rasa takut akan kematian. Bangunlah, lebih baik membaca quran dalakm salat tahajjud daripada tidur.‘

     Sejak saat itu, setiap kali aku merasa mengantuk, tulisan tersebut terbayang dalam benakku dan kantuk itu pun hilang.“ Imam Syafei RA mengaku, “Kalau saja bukan karena senang duduk bersama orang-orang baik dan berdiri mengerjakan salat di waktu sahur, aku sebenarnya tidak ingin hidup lama di ndunia ini.“ Saking rindunya Hammam bin Al Harits Al Nakhai dengan ibadah malam itu (tahajjud), diantara doanya “Ya Allah sehatkan aku walaupun dengan tidur yang sedikit dan berikan aku rezeki tidak tidur untuk taat kepada-Mu.“

     Seseorang bertanya kepada Uwais Al Qarni “Mengapa anda tidak pernah sakit?“ Ia menjawab, “Dengan sedikit makan dan sedikit tidur. Karena itu Allah selalu menjaga kesehatanku.“ Abdullah bin Wahab, ulama Tabi’in mengungkapkan “Kelezatan dunia hanya satu. Kelezatan beribadah malam ada dua. Pertama ketika melaksanakannya dan kedua ketika menuai ganjarannya.” Fudhail bin Iyadh merasa gembira bila malam tiba. Dan sedih bila datangnya siang. Ketika ditanya alasannya, “Ketika malam datang, aku akan berjumpa dengan Rabbku. Tapi ketika siang menjelang, aku bertemu dengan manusia, yang penuh kepalsuan.“ Seorang salafus saleh berkomentar, “Dua puluh tahun aku bersusah payah memaksakan diri bangun tahajjud. Dua puluh tahun berikutnya aku ‘ ektasi ‘ mabuk dengan nikmatnya tahajjud.“ M.Natsir, mantan Perdana Menteri RI di hari Ulang Tahunnya yang ke-70 pernah ditanya wartawan “Apa kesan-kesan bapak selama mengaruhi hidup sampai saat ini?“ “Semuanya berkesan, tapi yang paling berkesan adalah ketika melaksanakan salat tahajjud baik di dalam tahanan maupun diluar tahanan,“ jawab tokoh ulama intelek Indonesia, kaliber dunia itu.

     Ibnul Munkadir berkata, “Tidak ada yang tersisa dari kenikmatan dunia ini kecuali hanya tiga hal. Yaitu salat malam, bertemu dengan saudara seiman dan mengerjakan salat dengan berjamaah.” ”Jika anda ingin merasakan kelezatan yang ada di dunia ini, yaitu menghadap kepada Allah, maka anda harus melakukan salat malam“ (Buku Melamar Bidadari dengan Shjalat Malam oleh ‘Amru Khalid). Orang yang melakukan salat malam dengan khusyuk dan tenang akan merasakan nikmatnya iman. Dengan nikmat iman, akan melakukan semua kewajiban dengan ringan. Ketika ia sudah merasa ringan dalam melaksanakan semua kewajiban, berarti ia telah mencapai ketentraman yang hakiki. “Dialah yang telah menurunkah ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka yang telah ada“ (Al Fath (48 ) : 4). Bila seorang hamba sering bangun pada malam hari untuk taqarrub kepada Allah, ia akan mendapatkan kasih sayang-Nya. Bila ia telah disayangi-Nya dia akan melakukan tugas apapun dengan senang hati.Masya Allah. Wallahualam.